Menikmati Nasi Jagung dan Uta Kelo Khas Kaili di Palu

Nasi Jagung dan Uta KeloMenikmati Nasi Jagung dan Uta Kelo Khas Kaili di Palu

Masyarakat Jailolo di Sulawesi Tengah memiliki beberapa masakan khas, salah duanya nasi jagung dan Uta Kelo. Saya beruntung diajak makan siang oleh Pak Tonny S Mangitung di rumah makan khas Kaili yang terletak di jalan Tembang Palu, sehingga memiliki kesempatan merasakan kenyamanan makanan khas itu.

IMG_20190202_123051

Kami datang pas jam makan siang, pas lapar-laparnya. Ketika datang, kami memilih lauk, sayuran dan nasi. Saya sendiri memilih nasi jagung, ikan bakar buburo / ikan kue, pepes ikan Rono/ teri dan sayur Uta Kelo . Makanan tersebut kemudian dihidangkan di meja yang sudah kami pilih.
IMG_20190202_124038_HDRNasi Jagung

Nasi jagung, merupakan makanan khas Indonesia. Saat ini sudah jarang dijumpai karena usaha dari era Soeharto agar masyarakat mengkonsumsi nasi beras. Saya sendiri hampir tidak pernah makan nasi jagung sehingga kesempatan makan nasi jagung ini tidak kulewatkan begitu saja. Saya segera mengambil nasi jagung dari cething, menuangkan kepiting dan menambah dengan kuah Uta Kelo .

IMG_20190202_123828_HDR Uta Kelo

Uta Kelo berasal dari bahasa Kaili yang artinya sayur kelor. Sesuai dengan namanya sayur ini menggunakan bahan utama daun kelor. Daun kelor dimasak dengan kuah santan, dengan campuran terong dan cabai rawit. Rasanya merupakan perpaduan gurih santan dan pedas cabai rawit, enak.

IMG_20190202_124218_HDR Pepes Ikan Rono
IMG_20190202_124250_HDRMenu makan siangku
IMG_20190202_123456_HDRIkan bakar buburo

Saya kemudian menikmati nasi jagung dengan sayur kelor dengan lauk ikan bakar kue dan pepes teri. Sebuah makan siang yang enak di warung khas Kaili. Menurutku, kalau datang ke Palu jangan sampai melewatkan warung makan ini. Masakannya merupakan makanan khas Kaili, rasanya enak dan harganya affordable. Sayang saya melewatkan duo sale, sambal teri khas Waili.
IMG_20190202_124342_HDR
Mudah-mudahan kedepan saya memiliki kesempatan menikmati duo sale, seperti mitos orang Kaili kalau orang luar Kaili yang sudah makan Uta Kelo akan kembali ke wilayah suku Kaili.

Sul/ 05022019

 

Menikmati Tabaro Dange Khas Sulawesi Tengah di Donggala

Menikmati Tabaro Dange Khas Sulawesi Tengah di Donggala

Sabtu 2 Februari 2019 sore, saya diajak Pak Tonny S Mangitung untuk menikmati makanan khas Palu di Donggala. Tabaro Dange namanya, terbuat dari sagu dan santan kelapa yang dipanggang di atas tungki, dengan pilihan isi gula merah, ikan suwir dan ikan Rono/ teri.
IMG_20190202_180807_HDR

Ketika kami sampai di deretan penjual dange ini, kami memilih penjual dange Teratai. Penjualnya bernama Hajania. Kami duduk lesehan di tikar plastik sambil menunggu penjual memasak satu persatu pesanan kami. Pesanan kami 7 rasa gula merah dan masing-masing satu ikan suwir dan ikan Rono.

IMG_20190202_175403

Setelah pesanan siap, kami segera menikmati dange dalam kondisi panas. Rasanya gurih, dipadu dengan manis gula kelapa menjadi sangat nyamleng. Sepotong dange segera tandas kami nikmati. Ketika pesanan rasa lain datang, saya mencoba mencicipi rasa ikan suwir, berbagi dengan Restra Pindyawara. Ternyata, di lidah kami lebih enak yang rasa ikan suwir. Begitu juga ketika rasa ikan Rono datang, cukup nyamleng tali masih kalah enak dibandingkan dengan rasa ikan suwir .
IMG_20190202_180949_HDRDange ikan suwir

Menurutku, dange ini mirip dengan sagon di Klaten-Jogja. Hanya pilihan rasanya lebih kaya. Menurut Pak Tonny yang merupakan sesepuh Kagama Sulteng dan Ketua Kakao Sulteng, rasa dange masih bisa divariasikan dan diperkaya dengan bahan makanan lain. Bagaimana mbak Maria Novita? Perlu inovasi?

IMG_20190202_181736_HDRDange ikan rono

Menurut Pak Tonny, penjual dange ini berasal dari daerah Kola-Kola, sekitar 10 km dari Donggala, atau sekitar 1,5-2 jam dari Palu. Mereka berdagang secara berkelompok mulai setengah dua siang sampai jam 9 malam. Berangkat dengan menggunakan satu mobil. Sebelum berjualan di Donggala mereka berdagang di pantai Palu, dan pada saat gempa dan tsunami melanda teluk Palu mereka berhasil menyelamatkan diri. Dari perbincangan sekilas dengan Ibu Hajania, dia bilang melarikan diri ketika air tinggi datang dari arah laut.

IMG_20190202_180509_HDR

Setelah puas menikmati salah satu makanan tradisional yang exotic ini, saya membayar dan kembali ke Palu. Harga sebuah dange 5 ribu, murah menurut saya. Dan ketika kuulurkan selembar 100 ribuan penjual minta uang pas 50-an. Dan sesuai saran Mas M Agus Ramli, kubilang Ndak usah dikembalikan sisanya. 100 ribu untuk menikmati makanan khas ini terasa murah :).

Sul/ 04022019