Ketika Gudeg dan Mangut bersatu di Sego ngGeneng mBah Marto


Ketika Gudeg dan Mangut bersatu di Sego ngGeneng mBah Marto

Sego ngGeneng, Dusun Nengahan, Panggung Harjo,
Sewon,  Bantul,
telpon 085292095550

Sabtu 26 Juni 2010, ketika sedang mencari belut dan kepiting di Pasar Sleman, saya ditelpon Mas Eka yang memberitahu kalau dia sekeluarga sudah menunggu kami di rumah. Mas Eka sekeluarga akan mengajak kami makan siang di Warung Sego ngGeneng mBah Marto. Awal tahun 2010, kami sudah datang ke warung ini, sayang belum beruntung menikmati sego nggeneng yang legendaris, tanggal 1 Januari 2010 kami kehabisan dan hari berikutnya tutup.

Warung Sego ngGeneng terletak di Dusun Nengahan, Panggung Harjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul telpon 085292095550. Lokasi ini relatif sulit untuk dicari karena terletak di dalam perkampungan. Dari arah kota Yogya kearah selatan mengikuti Jalan Parangtritis sampai dengan ketemu ISI Jogja dan kantor pos Sewon, kemudian belok ke kanan [barat] sampai ke dusun Nengahan. Warung makan ini dimiliki oleh mBah Martodiryo atau mBah Marto Gowok [80 tahun].

mBah Marto

Warung sego nggeneng adalah warung makan yang menyajikan gudeg klasik dengan areh yang tidak kental dan sayuran hijaunya menggunakan daun pepaya yang tidak pahit. Sambalnya berupa sambal kacang tholo yang dimasak pedas dengan menggunakan rambak (krecek ndeso). Sedangkan lauknya berupa tahu, tempe, telur, rempelo ati, yang dimasak dengan bumbu besengek dan mangut lele. Dulunya, mBah Marto menjajakan makanan ini dengan berjualan keliling berjalan kaki di daerah Suryoputran, Gamelan, Pesindenan, Patehan, Rotiwijayan, dan lain-lain. Namun seiring dengan bertambahnya usia, mBah Marto akhirnya menggelar dagangannya di rumah.

Lele Bakar

Mangut lele merupakan menu lauk andalan di warung ini, karena cara memasaknya yang unik dan rasanya yang khas. Tidak seperti lazimnya mangut di tempat lain yang lelenya digoreng, lele di sini diasapi dulu sebelum dimasak dengan bumbu mangut. Lele ditusuk dengan pelepah daun kelapa (bongkok), ditumpuk dan kemudian diasapi dengan menggunakan sabut kelapa.

Kami berdelapan berangkat dari rumah jam 11.00 menggunakan mobil kijang Mas Eka. Sekitar jam 11.45, setelah menempuh perjalan panjang sejauh 37 km akhirnya kami sampai di Warung Sego ngGeneng mBah Marto. Ketika kami sampai pas jam makan siang, ada beberapa mobil di parkiran yang datang lebih dulu dari kami, salah satu mobil menggunakan plat nomor luar kota. Hal ini tidak mengejutkan kami karena warung ini memiliki banyak pelanggan dari berbagai kalangan di Jogja dan luar Jogja.

Daun Pepaya di masak

Sesampai di rumah mBah Marto yang sekalius juga warungnya, kami menuju ke pawon [dapur]. Pawon merupakan tempat memasak makanan. Di sini makanan dimasak menggunakan keren, tungku berbahan bakar kayu. Pawon mBah Marto relatif sederhana dengan dinding dari batubata yang sudah menghitam karena jelaga. Ada beberapa keren yang dipakai untuk memasak nasi, sayur dan lauk.

Lauk disajikan di atas Amben

Di pawon ini, lauk dihidangkan di atas amben dari bambu yang dialasi tikar. Sementara nasi dan mangut ditaruh di atas meja kecil. Lauk dan sayuran diletakkan di dalam baskom.

Sambal Goreng Rambak

Tahu, Tempe dan Telor

Rempelo Ati Ayam

Mangut Lele

Mangut lele merupakan makanan khas daerah Jogja-Solo, biasanya ikan lele goreng dimasak lagi didalam kuah mangut yang pedas. Di warung ini, lelenya tidak digoreng seperti mangut di tempat lain melainkan diasapi. Sebelum diasapi, lele yang sudah dibersihkan ditusuk dengan bongkok [pelepah daun kelapa] dan kemudian diasapi di atas api yang berasal dari sabut kelapa yang dibakar. Penggunaan bongkok yang menghasilkan minyak ketika diasapi membuat lele tidak lengket, sedangkan pengapasan lele menghasilkan daging lele yang kenyal dan masih menyisakan rasa sangit. Setelah diasapi, lele kemudian dimasukkan ke dalam bumbu mangut, seperti bumbu gulai namun pedas dan dipanaskan di atas keren [tungku tanah berbahan bakar kayu] sampai masak.

Mengambil  Lauk Sendiri

Mengambil Lauk

Kami kemudian menggambil sendiri nasi dan lauk yang kami inginkan. mBah Marto mempersilahkan kami untuk mengambil sesuka hati kami, dia hanya akan bekerja kalau ada permintaan membungkus lauk atau sayuran. Cara berjualan seperti ini, mengambil makanan sendiri merupakan salah satu keistimewaan di warung ini, membuat seolah-olah kita sedang berlibur ke rumah nenek. Setelah mengambil makan kita bisa menikmatinya di ruang depan, di pawon atau di samping rumah.
Makan Siangku

Makan siangku terdiri dari nasi, gudeg daun pepaya, sambal goreng rambak, mangut lele dan gendhing ayam. Cukup banyak untuk porsi makan siang, namun sejak pagi saya belum sarapan sehingga menggambil porsi makan siang yang agak banyak.

Makan Siang

Saya kemudian menikmati makan siangku di atas lincak, kursi panjang dari bambu. Saya menggunakan tangan tanpa sendok untuk makan, seperti kebiasaanku kalau makan di rumah. Nasinya empuk, pulen, bumbu mangut lelenya meresap, dagingnya lembut kenyal, agak pedas dengan kombinasi rasa gurih dan manis. Gudeg daun pepayanya empuk, tidak pahit, cocok sebagai teman mangut dan nasi. Sedangkan gendhing ayamnya juga enak, bumbunya terasa, dagingnya empuk, nyamleng. Yang membuat saya agak kaget adalah sambal goreng rambaknya yang sangat pedas menurut ukuran Jogja, memberikan sensasi rasa yang luar biasa enak. Perpaduan nasi pulen, mangut lele pedas, gudeg pepaya, sambel goreng rambak pedas dan opor gendhing ayam kampung menghasilkan cita rasa makanan yang lezat, membuat saya berpeluh ketika menikmatinya.

Menikmati Makan Siang

Setelah selesai makan kami menghitung semua yang kami makan dan mBah Marto akan menyebutkan harga masing-masing makanan jumlah total yang harus kami bayar. Saya terkejut dengan harga makanan yang terlalu murah menurut saya, seporsi nasi mangut hanya 10.000, dan makanan siangku yang terdiri dari nasi dengan tambahan lauk mangut lele dan gendhing hanya 16.000.

Menurut saya, warung makan sego nggeneng mBah Marto ini wajib dikunjungi oleh pecinta kuliner yang sedang atau tinggal di Jogja, karena:
1. Makanan disajikan dengan cara eksotis, disajikan langsung di dapur dan kita mengambil sendiri makanan sesuai dengan keinginan kita.
2. Menyajikan menu khas sego nggeneng dengan lauk mangut lele yang memiliki cita rasa yang khas dan susah dijumpai di tempat lain.
3. Harga makanannya yang relatif murah, bahkan pembeli dengan nominal kecil seperti 2 ribu atau 3 ribu masih dilayani dengan ramah.
4. mBah Martodiryo memiliki pengalaman panjang dalam menyajikan sego nggeneng dan lauknya dengan citarasa dan kualitas yang terjaga.

Akhirnya, jam 13.00 kami menyelesaikan makan siang di warung sega geneng, dan melanjutkan perjalanan ke Pasar Seni Gabusan dengan membawa pengalaman menikmati makan siang istimewa di warung sego nggeneng.

Daftar Harga:
1. Nasi Gudeg : Rp. 3,000,00
2. Nasi Gudeg + Mangut Lele: Rp. 10.000,00
3. Nasi Gudeg + Mangut Lele + Gendhing: Rp. 16.000,00

Referensi Lain mengenai Sega Geneng:
1. Mbah Martodiryo, Jelaga yang Bikin Kangen
2. Gudeg Geneng Mbah Marto, Persembunyian Mangut Lele

Peta Lokasi:


Silahkan klik peta di atas untuk mengetahui lokasi detil

62 Responses to “Ketika Gudeg dan Mangut bersatu di Sego ngGeneng mBah Marto”

  1. meong Says:

    sambel krecek, mas, utk lebih afdholnya.

    • sulastama Says:

      Matur nuwun sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya mBak…
      iya, rambak sama dengan krecek ndeso.. jadi saya pilih saja pakai rambak, biar pas dengan suasana tempat makannya yang di ndeso dan disajikan penuh dengan kekeluargaan.

  2. Eko Sutrisno HP Says:

    Sukses telah menjadi salah satu pemenang detik food
    http://www.detikfood.com/read/2010/06/29/165441/1389494/294/andakah-pemenang-food-blogger?d992201284

    Semoga makin bagus ulasannya.
    Amin.

    Salam Sehati

  3. eko magelang Says:

    [Cara berjualan seperti ini, mengambil makanan sendiri merupakan salah satu keistimewaan di warung ini, membuat seolah-olah kita sedang berlibur ke rumah nenek……….]

    wah inilah cara makan yang paling saya gemari mas, terima kasih mas infonya, akan saya catat alamat ini untuk jelajah jajan saya kalau pas ke jogya…

    • sulastama Says:

      Sama-sama Pak Eko,
      ndak rugi kok datang ke warung ini, saya pun kemarin saya bela2in menempuh perjalanan 37 km dari rumah Turi.
      Ning semuanya terpuaskan dengan masakan di warung sego nggeneng mBah Marto. Wajib untuk dikunjungi kalau sedang di seputaran Jogja Pak.

  4. wong mbanyumas Says:

    matur nuwun ..infonya yang lengkap..dan bikin kemlecer….lain hari aku pasti ke situ……..nuwun

  5. Yanto Says:

    Kalau memeberi tau mbok yg komplit, alamtnya.Kita dari luar kota kan sulit dng alamt yg nggak komplit. Terus diberi patokan tempat yg populer. Misal dari Kraton Yogya ke arah Pojok beteng timur terus kemana ..gitu lho.

    • sulastama Says:

      Terima kasih Pak Yanto,
      kan di awal tulisan sudah di beri alamat lengkap ini Sego ngGeneng, Dusun Nengahan, Panggung Harjo, Sewon, Bantul, telpon 085292095550. Juga ancer2nya.. kalau sampeyan dah sampai pojok beteng timur kan artinya dah sampai jalan parangtritis, tinggal ngikutin yang ada di tulisan ini :”kearah selatan mengikuti Jalan Parangtritis sampai dengan ketemu ISI Jogja dan kantor pos Sewon, kemudian belok ke kanan [barat] sampai ke dusun Nengahan.”
      Dan jangan ragu-ragu untuk bertanya.

  6. IS Aji Ronoatmojo Says:

    Saya suka dengan reportasenya mas..dan saya setuju bahwa Yogya mulai bergeser ke arah konsumerisme..dan orang2 spt mbok Marto ini semakin terpinggirkan..ini satu permasalahan yang dihadapi pula oleh kota Jakarta yang menggusur budaya (orang) Betawi..jika pun sekarang ada budaya Betawi..itu adalah budaya etalase atau kitsch..pajangan..

    Dulu mungkin warung2 brongkos, mangut mestinya bisa mengambil etalase di pinggir jalan, tapi saya tdk tahu strategi budaya apa yg sedang dijalankan penguasa daerah Yogya ini..spt dulu problematika Amplas yg menggusur bagian muka pasanggrahan Ambrukmo..petilasan HB VII..atau skrg tjd Mardiwuto pd “situs” Dr. Yap..akan berubah jadi Mall..

    Dan di sepanjang jalan Kaliurang bertebaran kuliner layaknya di Jakarta..

    Maka suatu romantika pencarian jatidiri Kota Ngayogyakarta hadiningrat – sebagai kota revolusi bekas Kerajaan Kasultanan dengan kebesaran jiwa HB IX dan kota pelajar, kota sepeda- jadi penting..kados pundi puniko ??sebelum terlambat jadi Betawi jilid 2..sebelum Nandalem larut dalam politik Jakarta..

    IS Aji Ronoatmojo ’79

    • sulastama Says:

      Terimakasih Pak Aji,
      saya pertama kali datang ke warung ini tahun baru 2010, sekitar jam setengah 3 sore, lauk pauk masih ada, cuman nasi habis, masih ada nasi yang hampir matang. Terus mBah Marto ngendika:”mbenjang malih mawon nggih Mas, simbah sampun sayah”
      Saya melihat ada kearifan di sini, alih-alih mengejar omset jualan, beliau lebih memilih untuk beristirahat meskipun resikonya ada pembeli yang tidak terlayani. Beliau tidak terlalu ngoyo dalam mengejar materi 🙂 .

      Kemarin, saya juga sempat terkejut, ternyata bagian belakang RS dr YAP yang menghadap C Simanjuntak sedang dibangun mall

    • Iswahyudi Says:

      Lha nopo Jogja mboten entuk berkembang tho Mas. Nggih mesakke tho.
      Nek kulo saged malah pengin mengembangkan Jogja je. Syukur2 ada oil company di Jogja rak yo gayeng tho. Jadi anak geologi kalau mau Kerja Praktek gak usah jauh2 ke Jakarta he he he he he.
      Tapi ini ide saja lho, nek salah nggih nyuwun ngapunten. Namanya juga ide boleh bener boleh nggak.
      Lha mau jadi kota pelajar sekarang tiap kota sdh punya Universitas, jadi cenderung kuliah dikota masing2, buktinya banyak sekolah tutup kekurangan mahasiswa, kost2 an sekarang banyak yg kosong.
      Sekarang berkembang jadi kota kuliner, cuma karena gak ada industri pendukung ya regane jadi sangat2 murah. Sego+gudeg+mangut cuma Rp. 16.000. Lha kapan sugihe, nggih tho. Padahal harga mobil sama, sabun mandi sama, baju sama, opo yo jogja kudu sengsoro terus.
      Tapi sekali lagi maaf, ini cuma ide.

      Yg pengin Jogja berkembang
      Iswahyudi

      • IS Aji Ronoatmojo Says:

        Tentang strategi kebudayaan , mas..tentu bukan terus anti kemajuan atau sering dikatakan anti kemapanan (baca : kekayaan). Tetapi lebih pada bagaimana kita menciptakan budaya yang berpijak pada bumi setempat meski tanpa takut pada budaya luar. Maka proses transformasi inilah yg meski dijadikan pijakan.

        Kongkretnya misalnya, Malioboro mestinya dipertahankan wajah budayanya..sampai pada jari2 atau radius lingkar tertentu..boleh saja..cafe2 muncul meramaikan..tapi kalau gedung bertingkat itu ya..mengganggu selera budaya Ngayogyakarto..

        Lalu cagar2 budaya ya jangan dijualin..lalu lama2 budaya Yogya jadi terdesak..Memang akan terjadi dilema etik..dan priyagung Yogya tahu persis filosofinya..ia tdk fanatik dgn budaya luar..tp mampu dgn jenius mengawinkannya..itu tjd juga saat jaman kolonial..

        Hanya masihkah kewinasis-an ini??Jangan2 sdh tergerus oleh politik Jakarta..wallahualam..

  7. Rovicky Dwi Putrohari Says:

    Kalau aku perhatiin lelenya tidak dibakar tetapi diasapin. Sepertinya nggak sampai terbakar apinya.

    • sulastama Says:

      maturnuwun Mas Vick,
      dah saya update diblognya.. jadi kira2 sama dengan baung asap atau selais asap khas pekanbaru, cuman di sini dimasak dengan bumbu asam pedas.

    • Alfred Alinazar Says:

      tapi mateng nggak mas?

      salam,

      -bank al-

      • Rovicky Dwi Putrohari Says:

        Ya mateng
        Lah wong diasapin panas gitu … kayak di oven 😛
        Rasa masakan yang dibakar, dipanggang dan dioven serta diasapin itu beda-beda looh
        Gleks !!

      • Rachma Nurhayati Says:

        > Rasa masakan yang dibakar, dipanggang dan dioven serta diasapin itu beda-beda

        Hal ini tidak akan kita jumpai jika kita makan di restaurant Bumbu Desa.
        Masakan dibakar, dipanggang, diasapin, direbus, dikukus, digoreng, pada saat hendak dikonsumsi oleh konsumen, semua diangeti dengan jalan yang sama: yaitu di/ dengan microwave.
        Memang microwave bisa melakukan fungsi rebus, kukus, panggang, bakar, asap, goreng dsb, tapi ya tetap saja tastenya akan berpengaruh jika menggunakan microwave.

        Nggak usah jauh-2 deh,
        makanan yang dibakar dengan arang, tastenya akan beda dengan yang dibakar menggunakan batok kelapa.

  8. Tatik Says:

    Yg kelihatannya plg menggoda iman tu sambal goreng rambak e yen menurutku..

    Btw, hargane murah bt yach…

    Rgds,
    Tatik

    • sulastama Says:

      sambal goreng rambaknya memang enak kok Tik….
      pedas 🙂

      Harga mungkin murah menurut ukuran kita, tapi pas sesuai dengan masyarakat sekitar yang menjadi pelanggan sehari-hari.
      Saya sempat melihat ibu-ibu ada yang membeli sambal goreng rambak ini 2000 rupiah, dan tetap dilayani.

  9. Tatik Says:

    Bener2 bkn ngiler…soalnya susah bgt cari sambal goreng rambak yg enak di jkt..

    Masak sendiri juga selalu kurang pas rasanya 😦

    Aku plan pulkam next month, mdh2 sempet hunting ke mbah marto..

    Itu sambal goreng rambaknya pake pete apa engga ya?
    Keknya klo pake pete bkl tambah mak nyoss ‎​♓é² ..♓é² .. ♓é²

    Rgds,
    Tatik

    • sulastama Says:

      kemarin saya tidak perhatikan ada petainya apa tidak, ning kalau resep yang dipakai Ibukku kayaknya tidak pakai petai.
      Coba saja kalau datang kesitu bawa plang sambal gorengnya Tik.. ntar dirumah baru ditambah petai …
      Kemarin saya bungkus 3 ekor lele, sambal goreng dan gudeg cuman 20 ribu…. 🙂

      • Rachma Nurhayati Says:

        Kebayang sulitnya cari duit di daerah. Jual makanan segitu cuman dapet duit Rp. 20 ribu.
        Teringat beberapa bulan yll ke Yk dan beli nasi pecel di pasar …. (mana tuh, belakang SMEAN 1 Yk) dengan lauk: tahu tempe bacem, ceplok telor, rempeyek udang, harganya cuman Rp.5 rb.

        Berulang kali saya tanya:
        ceplok telur e sampun dietang, bu? Sampun!
        peyek udang e? Nggih sampun!

      • sulastama Says:

        dengan harga segitu pun, salah satu kerabat mBah Marto masih sempat bilang, “nyuwun ngapunten sakniki mindak, mergi lombok sakniki sampun awis.” [mohon maaf sekarang naik, karena harga cabai sekarang mahal].
        Saya juga sempat terheran-heran waktu membeli sayur di pasar sleman, sebuah tuntut -jantung pisang- harganya seribu rupiah

  10. ruri aja Says:

    Om Komo,
    mbok blog-nya dibukuin Om..
    kemaren tu liat di pameran buku
    ada buku panduan kuliner jogja-solo
    dengan harga dibawah 10ribu

    tak delok”..ijik apik blog e Om Komo, luwih lengkap pisan
    tur ngapusi kuwi..mosok mangan ng SS iso kurang seko 10ewu..mangan opo kuwi X(

    Regards,
    ruri

    • sulastama Says:

      Mudah-mudahan suatu saat bisa jadi referensi kuliner di Jogja dsk..
      sekarang baru ada 40-an tempat makan di Jogja, itu pun belum standart nulise, lha nyicil satu dua setiap mudik.

      Saya masih ingin menambah beberapa tulisan tentang tempat makn di Solo, seperti referensi Om ALbert, sega liwet wongso lemu, sate bejo, bestik harjo dsbnya.
      Kalau untuk Jogja masih penasaran dengan gudeg pawon, oseng2 mercon, mangut yu kini dsbnya…, pelan2 saja mudah2an bisa terkompliti

      • Tatik Says:

        Ojo lali neng solo juga terkenal sate jamu nya ‎​♓é² ..♓é² .. ♓é²

        Rgds,
        Tatik

      • sulastama Says:

        sate jamu itu apaan? sate wedus balap?

      • Tatik Says:

        Ini tanyak beneran po ngetes, hayo???

        Satu jamu itu sate binatang yg menggonggong mas…
        Di solo byk beterbaran warung2 sate jamu ini krn katanya bs buat obat makanya di sebut sate jamu

        Kayaknya ini salah satu ciri khas kuliner solo juga coz kayaknya jarang ato mgnkn mlh ga ada di daerah laen..tapi sayang kita ga bs mkn ‎​♓é² ..♓é² .. ♓é²

        Rgds,
        Tatik

  11. ruri aja Says:

    hmm..
    semoga segera tercapai 🙂
    kalo gudeg pawon, ga bisa ngajak anak istri deh mas kayanya
    ha bukakke we jam 11 bengi po setengah 12, lali aku 😛

    • sulastama Says:

      gudeg pawon kayaknya target lebaran besok, sekalian reuni sama teman-teman begadang dulu.
      Sebenere kemarin sudah direncanakan pas adiknya Afa lahir, kan klinik bersalinnya dekat dengan gudeg pawon, cuman kok ndak tega ngajak Afa berdua malam-malam makan gudeg.

      • Albert Pratama Says:

        Lha kalo ndak tega ngajak Afa, ngajak saya mosok ndak tega juga? 😀

        Regards,
        Albert

      • ruri aja Says:

        ngajak saya juga masa ga tega mas..secara omah e bapak ibu cedhak timoho

        *guyoooooonnnnnn juga 😛
        Regards,
        ruri

  12. Sumuyut Says:

    We la dari Timlo kang Satro Solo pindah lele mangut Mbantul rupanya betul-betul hobi kuliner
    La lokasine mBah Marto apakah dekatnya Mie godok yang lokasinya juga di kampung sebelum kota mBantul dari arah Yogya. bisa dari jalan Parang Tritis atau mBeteng kidul, waktu itu malam hari jadi nggak hafal banget. Kang Yono keteke cedak kampungmu
    smy 73

    • sulastama Says:

      Cuman sekedar seneng jalan2nya kok Pak Dhe Sumuyut,
      Ini letaknya lebih ke utara dari Bakmi mBah Mo dusun Code yang di sebelah barat perempatan Manding.
      Kalau dari Jogja menyusuri jalan Parangtritis ke selatan kira2 sampai km 6.5 sampai ketemu kantor pos Sewon [sedikit setelah kampus ISI], terus ke barat sedikit.

      Kemarin saya kesini nganter sepupu [Pak Dhe Budhenya Afa] untuk melihat cara menyajikan makan di dapur, siapa tahu bisa dipraktekkan di desa wisata kelor yang dikelola Pak Dhenya Afa.
      Saya sering mengajak anak dan keponakan-keponakan untuk mengenalkan mereka masakan tradisional, biar mereka ndak hanya tahu masakan di mall saja.

  13. Tweets that mention Ketika Gudeg dan Mangut bersatu di Sego ngGeneng mBah Marto « Wisata Kuliner Online -- Topsy.com Says:

    […] This post was mentioned on Twitter by eshape, Sulastama Raharja. Sulastama Raharja said: Sego nggeneng yang legendaris http://wp.me/pu9Xw-C0 […]

  14. bambang laresolo Says:

    Mo, tulisanmu makin gayeng dan menyenangkan. Nanti kedai tehku dliput juga ya … 🙂

    • sulastama Says:

      Oke Mas Bamb, nanti kapan-kapan tak tulis kedai teh Mas Bambang. Sudah ada banner Mas? mau tak pasang di blog ini sama dengan mie sehati-nya Mas Eshape 🙂

  15. nugraha wijayanta Says:

    wah bener2 mingini nih…. jadi kepengen pulang Jogja dan menikmati kuliner Jogja terutama yg tradisional kayak tulisan di atas, makasih mas atas infonya, eh ngomong2 isterinya drg ya? angkatan/ masuk thn berapa di FKG UGM? saya angkatan 88.

    • sulastama Says:

      Sama-sama Mas,
      Terima kasih sudah berkenan mampir dii blog saya dan meninggalkan pesan.
      istri saya dosen di fkg, dia lulusan fk ugm, masuk tahun 98 dan mulai 2005 jadi dosen di ikgd fkg.

  16. agung B Darmoyo Says:

    wah enak tenan ulasan informasine mas tama, dadi kangen mulih indonesia lan jalan jalan tekan jogya maneh. Aku salah satu penggemar block favoritmu mas dan aku info nang ibune bocah bocah yen pas dolan nang Semarang-Jogja. Yen mas vicky enak nang KL isih akeh jajanan indonesia. Aku paling onone yen kedutaan ono acara.

  17. Eka Novianto Says:

    Mo, piye ra gembul…..! Tukang Insinyur lengo mbalah berburu makanan lezat!!!!!! Makan Siang aja Mangut plus Pupu Gending….pasti Mblegenek Tiba Wareg………

    salam

    Eka

  18. siti noorzanah Says:

    kira2 klo lebaran buka gak ya warung nya mbah Marto

  19. j setyowiyoto Says:

    wis jann…om komo ki marahi ngecess…sy dah dengar tempat ini…cuma infone om komo iki sing paling jelas dan komplit…kapan2 tak nyempatke kesana..wajib hukumnya he..he..kebetulan juga seneng kuliner..ning sing murah tur enakk…Nuwun, salam, jS.

  20. danu Says:

    wah bos,di situ sbenere ndak cuma mbah marto gowok yg jualan mangut bos,sebelah timurnya jga ada,tpi emang mak nyuus,tpi sebenernya tu bukan kampung ngeneng deh tpi nengahan/saraban.

    • sulastama Says:

      Yang disebelah timurnya itu apa namanya mangut bu Is jetis? kalau benar saya dah nulis review tentang itu.
      Kalau tidak salah nama sega nggeneng tidak merefer kepada nama kampung, tapi merefer ke jenis2 makanan yang disajikan sehingga dinamakan nggeneng [cmiiw].

  21. baju batik Says:

    wuih… kayaknya ngresep banget tuh mas… jadi ngiler ane.. suwer!…

  22. Ketika Gudeg dan Mangut bersatu di Sego ngGeneng mBah Marto | My Kuliner Says:

    […] Read the rest of this entry » Posted in Gudeg, Mangut, Yogyakarta. Tags: amben, Bantul, garang asem,garang asem rempelo ati, gendhing, Gudeg, gudeg kates, gudeg klasik, keren,Kuliner Jogja, lincak, makan di dapur, Mangut, Mangut Lele, mBah Marto,pawon, rambak, rempelo ati, sambal goreng, sambal goreng rambak, sambal goreng tholo, Sego ngGeneng, Sego ngGeneng mBah Marto, Sewon. 55 Comments » […]

  23. Daftar Kuliner Jogja « Wisata Kuliner Online Says:

    […] Lele Bu Is, Jln Imogiri Barat km 12, Bulus, Sumberagung, Jetis, Bantul. Telpon 087839175888 2. Ketika Gudeg dan Mangut bersatu di Sego ngGeneng mBah Marto, Sego ngGeneng, Dusun Nengahan, Panggung Harjo, Sewon, Bantul, telpon 085292095550 3. Menikmati […]

  24. suara syuhada Says:

    aku yo pengin,,,,sisan nyenengke mertua,,,pesen mangut nyus e…..

  25. Rika Rik Says:

    duh…merasa jadi orang jogja yg gak gaul d, karna blm nyobain ini

  26. rin rin Says:

    mas jangan lupa referensi kuiner wonogiri yg patut dicoba mas..klo ke solo monggo pinarak teng wonogiri

  27. jozhie Says:

    waduh mas, informasinya keren.jadi saya punya referensi kalau pas datang di jogja, nuwun sewu..saya ambil votonya satu, untuk saya bagikan ke teman2 saya 🙂 copyright ttp punya panjenengan..saya ga ilangin logonya 🙂 makasih mass


Leave a comment